Mengapa Mata Uang Berfluktuasi?

currency pixabay

Melemahnya mata uang Rupiah terhadap US Dollar menjadi perhatian banyak pihak, mulai dari ekonom, pelaku bisnis, politisi, hingga masyarakat umum. Banyak yang menyalahkan pemerintah, ada pula yang menyalahkan kondisi ekonomi global. Benarkah pemerintah yang salah mengelola ekonomi negara kita sehingga Rupiah melemah terhadap USD? Ataukah sebenarnya ada faktor lain yang menyebabkan nilai mata uang kita bergerak melemah?

Pergerakan suatu mata uang terhadap mata uang lain pada dasarnya ditentukan oleh supply dan demand dari mata uang tersebut. Pertanyaan yang lebih relevan adalah faktor apa saja yang menentukan supply dan demand tersebut karena pada akhirnya nilai mata uang merupakan agregat dari berbagai faktor yang berkontribusi terhadap fluktuasinya. Pergerakan nilai mata uang terhadap mata uang lain dapat diamati dan dikategorikan ke dalam tiga time horizon: jangka pendek, menengah, dan panjang. Masing-masing periode pergerakan memiliki faktor penentu yang berbeda pula.

  1. Jangka Pendek

Pergerakan mata uang dalam periode yang pendek (harian atau mingguan) lebih ditentukan oleh kondisi terkini pasar finansial dan pelakunya. Beberapa faktor yang menentukan pergerakan jangka pendek mata uang adalah trend pasar, posisi investor, sentimen atau psikologi pelaku pasar, risk appetite, dan posisi derivatif yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat.

Pada kasus Rupiah di tahun 2015, trend menguatnya mata uang USD menyebabkan Rupiah ikut terseret badai pelemahan mata uang global. Krisis finansial yang dialami sebagian negara Eropa dan devaluasi Yuan menjadi penambah energi trend penguatan USD. Selain itu, sentimen negatif di pasar modal juga menjadi salah satu penyebab melemahnya Rupiah. Kecenderungan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengindikasikan bahwa investor saham sedang melakukan akumulasi penjualan. Dana hasil penjualan saham akan dikonversi menjadi USD yang tentunya makin menekan mata uang kita.

Secara jangka pendek, fluktuasi mata uang juga sangat ditentukan oleh intervensi bank sentral yang ditujukan untuk menjaga stabilitas pergerakan kurs. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter melakukan operasi pasar terbuka pembelian USD jika Rupiah bergerak menguat secara signifikan, atau sebaliknya melakukan penjualan USD jika Rupiah bergerak melemah.

Pergerakan mata uang jangka pendek juga sangat dipengaruhi oleh rumor yang beredar di pasar.  Rumor negatif seperti isu bom, terorisme, atau demonstrasi masal secara instan dapat menggerakan pasar. Sebaliknya, rumor positif seperti reshuffle kabinet atau perubahan kebijakan ekonomi yang pro bisnis dan pro pasar dapat mengapresiasi nilai Rupiah.

  1. Jangka Menengah

Pergerakan mata uang untuk jangka menengah lebih ditentukan oleh hal-hal yang lebih fundamental secara ekonomi seperti aliran dana modal, perbedaan suku bunga antara kedua mata uang, kebijakan moneter dan fiskal, tren neraca perdagangan, pertumbuhan ekonomi, dan portfolio balance.

Kebijakan fiskal dan moneter, termasuk salah satunya adalah kebijakan suku bunga, mempengaruhi aliran dana asing masuk ke atau keluar dari Indonesia. Investor secara alamiah akan menempatkan dana mereka di instrumen yang menawarkan imbal hasil tinggi. Jika suku bunga dan imbal hasil investasi di Indonesia lebih tinggi dibanding negara lain, maka dana investasi asing akan mengalir masuk ke Indonesia yang diikuti dengan konversi USD menjadi Rupiah, yang akan berpengaruh pada penguatan Rupiah. Sebaliknya, jika suku bunga di negara lain meningkat sedangkan suku bunga Indonesia tetap atau bahkan turun, maka investor akan memindahkan investasi mereka ke luar Indonesia yang diawali dengan konversi Rupiah menjadi USD yang akan menyebabkan penguatan USD.

Neraca perdagangan yang merupakan agregat antara ekspor dan impor juga merupakan faktor penentu pergerakan mata uang suatu negara. Semakin banyak ekspor suatu negara berarti semakin banyak pula valuta asing yang diterima negara tersebut sebagai proceed ekspor yang nantinya akan dikonversi menjadi Rupiah dan menyebabkan penguatan Rupiah. Sebaliknya, impor yang lebih banyak daripada ekspor akan menyebabkan pelemahan Rupiah.

  1. Jangka Panjang

Secara jangka panjang, pergerakan mata uang akan dipengaruhi oleh  fundamental ekonomi suatu negara, antara lain trend perdagangan, produktivitas, dan Purchasing Power Parity (PPP). Mengulang penjelasan di atas, trend perdagangan jangka panjang yang berorientasi ekspor akan cenderung menyebabkan apresiasi mata uang lokal.

Selain itu, produktivitas dan efisiensi perekonomian suatu negara juga merupakan salah satu penentu nilai mata uang. Semakin produktif dan efisien perekonomian suatu negara, makin kuat pula ekonomi negara tersebut yang berdampak pada stabilitas nilai mata uang.

Paritas daya beli atau PPP merupakan indikator yang membandingkan harga suatu barang yang relatif identik di negara yang berbeda dengan mata uang lokal. Sebagai contoh adalah Big Mac Index yang membandingkan harga sebuah burger big mac McDonalds di negara yang berbeda. Jika pada suatu saat tertentu harga big mac di Amerika adalah USD 3 sedangkan harga sebuah big mac di Indonesia adalah Rp. 50,000 dan kurs pada saat tersebut adalah Rp. 14.000,-/1 USD, maka implied PPP adalah Rp 16.666/USD (Rp. 50,000/USD 3). Hal ini menunjukkan bahwa nilai Rupiah saat tersebut di atas nilai wajarnya atau overvalued dan dapat diperkirakan bahwa dalam jangka panjang Rupiah akan terus melemah terhadap USD.

Sumber gambar: pixabay.com

 

This entry was posted in All, Financial Market and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink.